Budaya batik
  
  Pahlawan wanita 
R.A. Kartini dan suaminya memakai rok batik. Batik  motif parang yang dipakai Kartini adalah pola untuk para bangsawan
  Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah  menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.  Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka  dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan  membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya  "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini.  Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang  memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega  Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah  lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun,  sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik  keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status  seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya  dipakai oleh keluarga 
keraton Yogyakarta dan 
Surakarta.
  
  Batik Cirebon bermotif mahluk laut
  Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai  saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia  oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada  Konferensi PBB.
  
  Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari 
Bedhoyo  Ketawang di keraton jawa.
  Corak batik
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing.  Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan  beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik  pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan  juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah  dipopulerkan oleh 
Tionghoa, yang juga memopulerkan corak 
phoenix.  Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya  adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga  tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau  kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna  biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai  dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki  perlambangan masing-masing.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar