Minggu, 09 Oktober 2011

Pengaruh Selatan Seni Buddha-Yunani

Pengaruh Selatan Seni Buddha-Yunani

[sunting] Seni Mathura

Seorang Buddha, abad ke-2, Mathura
.
Pelukisan Buddha in Mathura, di India Tengah Utara, secara umum ditarikh lebih mutakhir daripada yang ada di Gandhara, meski hal ini tidak tanpa pertentangan, jumlahnya juga jauh lebih sedikit. Sampai saat itu, kesenian Buddha India bersifat anikonik, menghindari segala penggambaran Buddha, kecuali simbol-simbolnya seperti mandala, atau pohon Boddhi, meski beberapa pahatan Mathura kuna berbentuk Yaksa ditarikh kurang lebih berasal dari abad pertama SM. Bahkan Yaksa-Yaksa ini memperlihatkan beberapa pengaruh Helenistik, kemungkinan hal ini disebabkan karena didudukinya Mathura oleh bangsa India-Yunani semasa abad ke-2 SM.
Jika membicarakan teori artistik bagi pelukisan-pelukisan pertama sang Buddha, seni Yunani memberikan latar belakang yang sangat alami dan didukung dengan tradisi berabad-abad dalam menggambarkam tokoh dewa secara antromorfis, sedangkan sebaliknya “sebelumnya dalam ilmu perpatuangan India tidak sesuatu pun yang menyinggung akan adanya pembahasan bentuk atau pakaian, dan kumpulan Dewa-Dewi Hindu tidak memberikan model yang memadai bagi seorang makhluk Dewa yang bangsawan dan sepenuhnya manusiawi.”(Boardman) (aslinya dalam bahasa Inggris: “there was nothing in earlier Indian statuary to suggest such a treatment of form or dress, and the Hindu pantheon provided no adequate model for an aristocratic and wholly human deity” (Boardman)).
Ukiran Yunani melingkar, penghias pilar yang didukung oleh Yaksa-Yaksa India, Amaravati, abad ke-3 Masehi.
Seni perpatungan Mathura menggunakan banyak unsur-unsur Helenistik, seperti realisme idealistik yang umum, beberapa ciri khas seperti rambut keriting dan lipatan-lipatan khas pakaian. Sedangkan ciri khas Mathura ialah iklim yang lebih panas dan terlihat dari pakaian yang lebih lebar dan secara bertahap lebih menutupi satu bahu daripada kedua bahu. Kemudian raut muka juga terlihat lebih India.
Pengaruh seni Yunani masih bisa dirasakan melampaui Mathura sampai sejauh Amaravati di pesisir timur India seperti bisa dilihat dari gaya lung-lungan dedaunan Yunani yang dikombinasikan dengan Dewa-Dewi Hindu. Corak-corak lain seperti kereta-kereta Yunani yang ditarik empat kuda juga bisa ditemukan di wilayah yang sama.
Secara kebetulan, seni Hindu mulai berkembang dari abad pertama sampai abad ke-2 Masehi dan diilhami oleh seni Buddha Mathura. Seni ini secara berangsur-angsur memasukkan unsur-unsur asli Hindu dan simbolisme, meski bertentangan dengan keseimbangan umum dan kesederhanaan seni Buddha.

[sunting] Seni Gupta

Masa Gupta, abad ke-5, Mathura.
Kepala Buddha, masa Gupta, abad ke-6.
Seni Mathura secara berangsur-angsur memasukkan unsur-unsur India dan mencapai puncaknya yang sangat tinggi pada masa kekaisaran Gupta, antara abad ke-4 dan abad ke-6. Seni Gupta dianggap sebagai puncak Seni Buddha India.
Unsur-unsur Helenistik masih bisa dilihat secara jelas dalam kemurnian patung-patung dan lipatan-lipatan pakaian, tetapi diperbaiki dengan sebuah penggambaran pakaian dengan seni pahat yang sangat halus dan semacam sinar yang diperkuat dengan penggunaan batu granit warna merah muda.
Detail-detail artistik cenderung nampak kurang realistik, seperti bisa dilihat pada keriting rambut yang mirip kerang yang dipakai untuk menggambarkan rambut sang Buddha.

[sunting] Kesenian Asia Tenggara

Sebuah Buddha dari Kamboja, abad ke-14.
Kebudayaan India terbukti sangat berpengaruh pada perkembangan kebudayaan Asia Tenggara. Banyak negara mengambil aksara India dan budayanya, bersamaan dengan agama Hindu dan Buddha Mahayana.
Pengaruh seni Buddha-Yunani masih nampak pada kebanyakan pelukisan Buddha di Asia Tenggara, meski mereka biasanya cenderung berbaur dengan kesenian Hindu-India dan kemudian mengambil unsur-unsur lokal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar