Pengertian Dan Perkembangan Seni Grafis
Seni grafis adalah salah satu bidang seni rupa
yang bergerak pada bidang pencetakan, baik pencetakan yang berupa teknik
manual maupun yang sudah digital, diantara keduanya sama-sama grafis
istilahnya namun dalam takaran seni perlu dibahas lebih lanjut. Seni
grafis secara kasar dapat digolongkan ke dalam salah satu seni murni,
hal ini didasarkan atas tujuan dan fungsi yang dibawa,yaitu untuk
memenuhi kepuasan atau untuk mengekspresikan diri. Adapun jika tujuan
itu sudah bergeser dari tujuan awal untuk memenuhi kepuaasan atau
mengekspresikan diri,maka timbul pertanyaan apakah seni grafis tersebut
dapat digolongkan kedalam seni murni atau seni terapan?,hal ini perlu
dikaji lebih lanjut.
Perkembangan dunia percetakan tidak dapat dipungkiri telah
berjalan dengan cepat. Meski demikian secara dasar teknik-teknik yang
dipergunakan sama dengan berbagai teknik yang sudah lama digunakan
seperti relief print, intaglio print, dsb, hanya saja ada beberapa
aplikasi baru yang dapat digunakan dalam pembuatan seni grafis yang
tidak jarang hasil yang dicapai lebih memuaskan. Aplikasi tersebut
berupa pemanfaatan media komputerisasi sebagai sarana desain juga sarana
pemudah pencetakan melalui digital printing.
Pemanfaatan media komputeisasi ini
merupakan pemicu awal munculnya anggapan bahwa seni grafis mulai
bergeser dari fungsi awalnya sebagai seni murni menjadi fungsi seni
terapan bersanding dengan seni kriya dan desain. Anggapan pergeseran ini
didasarkan pada tujuan pembutan karya itu sendiri, dengan munculnya
media komputer maka kemudahan dalam hal pencapaian kuantitas yang
diinginkan semakin menjanjikan sehingga semakin menggiurkan para seniman
grafis ( pada mulanya) untuk terjun dalam dunia marketing. Selain
dikuatkan oleh berbagai kemudahan tersebut pergeseran juga didorong oleh
kebutuhan hidup yang semakin pelik disertai penyediaan peralatan untuk
komputerisasi yang tidak murah.
Namun dalam hal ini tidak semuanya teknik grafis
dapat dipukul rata dengan komputerisasi secara absolut, ada tiga teknik
dari 4 teknik yang tidak dapat menggunakan teknik komputerisasi, yaitu
teknik cetak tinggi, cetak dalam, dan cetak datar. Adapun cetak sablon
dapat diganti dengan komputerisasi dikarenakan konsep dasar sablon
adalah penciptaan karya 2 D tanpa tekstur, dan tanpa degradasi yang
detail yang kesemua itu dapat dilakukan oleh komputer dengan mudah dan
hasil yang lebih memuaskan (memakai software pendukung seperti
corel,adobe,auto cad,dsb)
Teknik cetak tinggi, cetak dalam, dan cetak datar tidak dapat dipukul rata dengan sistem komputerisasi karena ketiganya memiliki ciri khusus yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh komputer , meskipun dapat digantikan maka akan mempunyai karakteristik sendiri. Ciri- ciri khusus tersebut antara lain adalah ketiganya memiliki unsur tekstur,dan unsur goresan alamiah yang dihasilkan oleh acuan serta efek warna yang dapat diolah secara khusus oleh seniman dengan gayanya sendiri tentunya. Selain itu ada ciri khusus yang sifatnya dilandaskan pada kerumitan dan usaha keras yang dilakukan untuk menghasilkan karya grafis yang spektakuler, kerumitan dan usaha keras ini dapat mencangkup semua jenis teknik sebab kerumitan selalu disandarkan pada hal yang sifatnya manual dari pada otomatis (komputer).
Guru besar Seni Grafis Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Setiawan Sabana, mengungkapkan,”
berkembangnysa seni rupa, khususnya seni grafis, tidak independen. Banyak faktor lain yang memengaruhi, terutama infrastruktur atau teknik dan bahan dasar pembentuk media seni. “
Setiawan menegaskan,” seni grafis “berhak” berkembang dan sejajar dengan seni rupa lainnya. Seni tidak bisa dikotak-kotakkan dalam arus utama tertentu. “Janganlah kita batasi dan persoalkan medianya. Yang penting, isinya. Seni grafis yang konvensional sekalipun tidak bisa menutup diri dari perubahan zaman. Kontemporerisasi menjadi pilihan. Sebab, sejatinya negara ini memang tidak punya akar tradisi seni grafis. Kalau kita terus mengacu ke Eropa, kapan kita akan mengejar,” (kompas, 20 Maret 2007)
Teknik cetak tinggi, cetak dalam, dan cetak datar tidak dapat dipukul rata dengan sistem komputerisasi karena ketiganya memiliki ciri khusus yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh komputer , meskipun dapat digantikan maka akan mempunyai karakteristik sendiri. Ciri- ciri khusus tersebut antara lain adalah ketiganya memiliki unsur tekstur,dan unsur goresan alamiah yang dihasilkan oleh acuan serta efek warna yang dapat diolah secara khusus oleh seniman dengan gayanya sendiri tentunya. Selain itu ada ciri khusus yang sifatnya dilandaskan pada kerumitan dan usaha keras yang dilakukan untuk menghasilkan karya grafis yang spektakuler, kerumitan dan usaha keras ini dapat mencangkup semua jenis teknik sebab kerumitan selalu disandarkan pada hal yang sifatnya manual dari pada otomatis (komputer).
Guru besar Seni Grafis Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Setiawan Sabana, mengungkapkan,”
berkembangnysa seni rupa, khususnya seni grafis, tidak independen. Banyak faktor lain yang memengaruhi, terutama infrastruktur atau teknik dan bahan dasar pembentuk media seni. “
Setiawan menegaskan,” seni grafis “berhak” berkembang dan sejajar dengan seni rupa lainnya. Seni tidak bisa dikotak-kotakkan dalam arus utama tertentu. “Janganlah kita batasi dan persoalkan medianya. Yang penting, isinya. Seni grafis yang konvensional sekalipun tidak bisa menutup diri dari perubahan zaman. Kontemporerisasi menjadi pilihan. Sebab, sejatinya negara ini memang tidak punya akar tradisi seni grafis. Kalau kita terus mengacu ke Eropa, kapan kita akan mengejar,” (kompas, 20 Maret 2007)
Sehingga
dalam kaitannya dengan media yang dipakai dalam pengungkapan kreatifitas
seni grafis seharusnya tidak perlu diperdebatkan, yang utama adalah
seni grafis yang meng-indonesia.
Kajian singkat di atas adalah secarik pembahasan terkait muncullah istilah seni murni dan seni terapan. Keduanya adalah sama-sama seni hanya saja karena perbedaan tujuan dan perkembangan teknologilah istilah tersebut muncul. Teknologi adalah ikon terpenting yang memunculkan istilah tersebut. Teknologi adalah ikon modern, juga modernisasi. Semakin canggih teknologi semakin modern, dan itulah modernisasi. Modernisasi adalah sebuah upaya menyesuaikan kebiasaan dengan konstelasi ( gaya atau tren) dunia (Jim Supangkat). Konstelasi abad modern pada awalnya didominasi pemikiran Eropa Barat dan Amerika. Namun dalam era globalisasi, formasi konstelasi dunia ditentukan pola perkembangan negara-negara maju. Kedua tahap itu pada kenyataannya mengakibatkan sebuah penyeragaman dunia.
Seni grafis secara tidak langsung ( pada teknik tertentu) mulai menjamah modernisasi ( seni grafis modern). Hal ini ditandai dengan munculnya teknik-teknik kreatif baru sebagaimana Rolf Nesch (1893-1975), yang mendapat pengakuan internasional untuk teknik grafis logam, dan artis Sámi John Savio (1902-1938), dengan cetakan kayunya. Stanley Hayter Atelier 17 di Paris, yang berspesialisasi dalam teknik mencetak banyak warna hanya dengan menggunakan satu pelat. Berbagai teknik baru mulai diperkenalkan pada tahun 1970, termasuk cetakan di atas kain sutra, dan kebangkitan seni sketsa baik yang mengandung arti kiasan maupun tidak. Tahun 1970 seringkali dianggap sebagai jaman keemasan seni grafis, Nama yang patut diperhitungkan dalam beberapa tahun terakhir termasuk Bjørn-Willy Mortensen (1941-1993), Per Kleiva (b1933) dan Anders Kjær (1940). (http://www.norwegia.or.id/culture/painting/graphic/graphic.htm)
Dengan munculnya seni grafis modern maka ajang kreatifitas seniman garfis tidak dapat dibendung karena konsep dasar seni modern adalah unsur kreatifitas untuk memunculkan sesuatu yang baru. Sehingg a peluang kemunculan seni grafis terapan semakin besar. Hal ini ditandai dengan kemunculan omzet digital printing dan sablon yang digelar dalam pasar komersial. Padahal konsep dasar seni (termasuk seni rupa- seni grafis-) terkait estetika seni itu sendiri terletak pada nilainya, sedang nilai itu tidak dapat dikurskan dalam bentuk nominal secara pasti karena nilai itu adalah hal abstrak yang tidak memiliki batasan. Kalaupun karya seni itu dapat dipasarkan maka harga yang didapat adalah biaya operasional dan ongkos seniman atau pencipta, bukan harga dari nilai yang dimiliki karya tersebut. Selain hal itu terdapat manipulasi nilai karya seni grafis yang semakin mempertajam munculnya seni grafis terapan yaitu karya yang disandarkan pada permintaan pasar bukan pada kepuasan ekspresi pencipta.
Kajian singkat di atas adalah secarik pembahasan terkait muncullah istilah seni murni dan seni terapan. Keduanya adalah sama-sama seni hanya saja karena perbedaan tujuan dan perkembangan teknologilah istilah tersebut muncul. Teknologi adalah ikon terpenting yang memunculkan istilah tersebut. Teknologi adalah ikon modern, juga modernisasi. Semakin canggih teknologi semakin modern, dan itulah modernisasi. Modernisasi adalah sebuah upaya menyesuaikan kebiasaan dengan konstelasi ( gaya atau tren) dunia (Jim Supangkat). Konstelasi abad modern pada awalnya didominasi pemikiran Eropa Barat dan Amerika. Namun dalam era globalisasi, formasi konstelasi dunia ditentukan pola perkembangan negara-negara maju. Kedua tahap itu pada kenyataannya mengakibatkan sebuah penyeragaman dunia.
Seni grafis secara tidak langsung ( pada teknik tertentu) mulai menjamah modernisasi ( seni grafis modern). Hal ini ditandai dengan munculnya teknik-teknik kreatif baru sebagaimana Rolf Nesch (1893-1975), yang mendapat pengakuan internasional untuk teknik grafis logam, dan artis Sámi John Savio (1902-1938), dengan cetakan kayunya. Stanley Hayter Atelier 17 di Paris, yang berspesialisasi dalam teknik mencetak banyak warna hanya dengan menggunakan satu pelat. Berbagai teknik baru mulai diperkenalkan pada tahun 1970, termasuk cetakan di atas kain sutra, dan kebangkitan seni sketsa baik yang mengandung arti kiasan maupun tidak. Tahun 1970 seringkali dianggap sebagai jaman keemasan seni grafis, Nama yang patut diperhitungkan dalam beberapa tahun terakhir termasuk Bjørn-Willy Mortensen (1941-1993), Per Kleiva (b1933) dan Anders Kjær (1940). (http://www.norwegia.or.id/culture/painting/graphic/graphic.htm)
Dengan munculnya seni grafis modern maka ajang kreatifitas seniman garfis tidak dapat dibendung karena konsep dasar seni modern adalah unsur kreatifitas untuk memunculkan sesuatu yang baru. Sehingg a peluang kemunculan seni grafis terapan semakin besar. Hal ini ditandai dengan kemunculan omzet digital printing dan sablon yang digelar dalam pasar komersial. Padahal konsep dasar seni (termasuk seni rupa- seni grafis-) terkait estetika seni itu sendiri terletak pada nilainya, sedang nilai itu tidak dapat dikurskan dalam bentuk nominal secara pasti karena nilai itu adalah hal abstrak yang tidak memiliki batasan. Kalaupun karya seni itu dapat dipasarkan maka harga yang didapat adalah biaya operasional dan ongkos seniman atau pencipta, bukan harga dari nilai yang dimiliki karya tersebut. Selain hal itu terdapat manipulasi nilai karya seni grafis yang semakin mempertajam munculnya seni grafis terapan yaitu karya yang disandarkan pada permintaan pasar bukan pada kepuasan ekspresi pencipta.
Penggolongan Seni Grafis Berdasarkan Teknik
Penggolongan seni grafis berdasarkan teknik ini dikarenakan perbedaan acuan dan persyaratan yang harus dimiliki masing-masing teknik. Adapun teknik-teknik tersebut adalah teknik cetak tinggi ( Relief Print), teknik seni cetak datar (Surface screen), teknik cetak dalam ( intaglio print) dan tekni cetak saring( silk -screen).
Penggolongan seni grafis berdasarkan teknik ini dikarenakan perbedaan acuan dan persyaratan yang harus dimiliki masing-masing teknik. Adapun teknik-teknik tersebut adalah teknik cetak tinggi ( Relief Print), teknik seni cetak datar (Surface screen), teknik cetak dalam ( intaglio print) dan tekni cetak saring( silk -screen).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar