Seni Rupa Terapan Daerah
Setempat
1. Seni
Bangun / Arsitektur
Seni bangun merupakan salah satu hasil budaya
masyarakat. Masyarakat Nusantara membuat bangunan dalam berbagai fungsi,
yaitu tempat tinggal, lumbung padi, dan tempat beribadah. Di Jawa
Tengah terdapat rumah Joglo yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan
sekaligus menjadi ciri khas budaya masyarakatnya. Demikian
pula dengan masjid Demak yang struktur bangunannya sangat dekat dengan
struktur rumah joglo.
2. Pakian
Adat
Pengaruh budaya setempat juga sangat terlihat pada
pakaian adat. Pada masa sekarang busana adat Jawa Tengah sering kita
lihat pada upacara-upacara perkawinan Di Jawa Tengah pakaian adat
menjadi pakaian resmi yang terpengaruh dari kalangan istana yang biasa
digunakan untuk upacara kerajaaan atau upacara-upacara Keraton. Misalnya
pada busana kenegaraan abdi dalem yang mengiringi kereta kuda Sultan
Yogyakarta dan Surakarta dalam iring-iringan upacara. Busana tersebut
berupa kaos kaki sutera, sepatu, gesper, dan jas beludru yang dihiasi
dengan jalinan berpita emas. Busana adat Jawa Tengah mendapat pengaruh
dari Eropa pada era Kolonial Belanda.
3. Wayang
Pertunjukan wayang di Indonesia bukan saja sebuah
kesenian, melainkan juga sumber nilai. Wayang dalam perkembangannya
sebagai sumber nilai, menyerap berbagai ajaran tentang penghormatan
kepada alam, nenek moyang dan para dewa-dewi. Penghormatan itu dilakukan
oleh manusia sebagai keinginan dasar untuk berhubungan dengan kekuatan
adikodrati (supranatural), kepemimpinan dan kepahlawanan.Selain itu
penghormatan semacam itu dilakukan sebagai bentuk hubungan manusia
dengan Tuhan, dan juga hubungan manusia dengan manusia lain. Kesenian
wayang umumnya memuat ajaran keagamaan dan kehidupan. Wayang selalu
berubah dan menyesuaikan diri dengan konteks keagamaan dan zamannya.
Pada masa penyebaran agama Hindu-Budha dan juga Islam dan Kristen,
kesenian wayang selalu dimanfaatkan sebagai media yang popular dan
efektif untuk dakwah keagamaan.
Meskipun sudah berkembang sejak masa Hindu-Buddha,
kesenian wayang di Jawa mendapat sentuhan kreatif pada masa Islam.
Sentuhan itu bukan saja terlihat dalam bentuknya melainkan juga pada
tema-temanya. Meskipun begitu, wayang tetap mengandung pakem-pakem
cerita utama, seperti Ramayana dan Mahabarata. Kesenian wayang di Jawa
menjadi alas dakwah dan pendidikan paling efektif dan telah diterima
masyarakat sehingga tetap hidup dalam berbagai bentuk perkembangannya
sampai sekarang. Dari kesenian wayang yang bernafaskan Islam tersebut
lahirlah sejumlah jenis wayang antara lain Wayang Kulit, Wayang Beber,
Wayang Kayu, Wayang Krucil, Wayang Golek, bahkan Wayang Suket.
4. Perabot
dan Benda Rumah Tangga
Perabot rumah tangga di Indonesia khususnya di Jawa
banyak dipengaruhi gaya Eropa dan muncul pertama kali di kalangan
istana. Perabot rumah tangga mulai digunakan di kalangan istana karena
pada masa itu Sultan tidak dapat menerima perbedaan yang kontras antara
dirinya dengan orang-orang Eropa. Orang Eropa duduk di tempat yang
tinggi, seperti kursi atau sofa sedangkan dirinya duduk di lantai atau
tikar. Akhirnya Sultanpun mulai menggunakan kursi, terutama di tempat
kegiatan, serta saat Sultan dan pegawai belanda muncul bersamaan.
Perabot rumah tangga asli didatangkan kalangan istana dan orang-orang
Eropa serta dipakai sebagai lambang kebesaran. Pola-pola hiasnya
kemudian ditiru oleh para perajin lokal. Hingga sekarang rumah-rumah dan
perabotan orang Indonesia banyak mengandung unsur arsitektur yang
mencerminkan kebesaran pemerintah Belanda.
Selain kursi, perabot rumah tangga yang lain banyak
juga yang disertai hiasan dengan motif gaya Eropa.
5. Batik
Seperti halnya kesenian wayang, batik telah menjadi
bagian dari kekayaan seni rupa tradisional di Nusantara, jauh sebelum
masuknya Islam. Mitos awal tentang batik sudah ada sejak
sekitar taun 700 Masehi. Mitos tersebut bercerita tentang istri Pangeran
Jenggala, Lembu Ami Luhur. Dia seorang putrid dari Coromandel. Ia
mengajari orang Jawa menenun, membatik dan mewarnai kain. Sejak itu kain
batik dengan berbagai motif tertentu menjadi bagian dari identitas
busana dan budaya raja, permaisuri dan keluarga istana pada masa
kerajaan Hindu. Namun catatan tertulis tentang batik baru muncul pada
tahun 1518, di wilayah Galuh di wilayah Barat laut Jawa.
Pada masa Islam batik terus berkembang, terutama
dalam kekayaan motif dan arti perlambangannya. Pada masa Islam motif
animisme dan Hinduisme yang muncul pada masa kerajaan Hindu diperkaya
dengan motif Kaligrafi Arab, Masjid, Kakbah dan permadani. Di
samping itu motif Cina sangat kental pada motif batik. Dalam sebuah
cerita disebutkan bahwa Sultan Agung, Raja Islam pertam Mataram
(1613-1645) memakai batik dengan motif burung Huk. Dalam mitologi Cina,
burung Huk melambangkan keberuntungan.
Pada masa Islam dan masa sebelumnya, tradisi batik
memang cenderung menjadi bagian dari tradisi istana. Namun dalam
perkembangannya, ketika nilai-nilai keistanaan meluntur, nilai-nilai
batik menjadi memasyarakat. Batikpun dibuat dan dipakai oleh banyak
kalangan. Hasanuddin dalam bukunya yang berjudul Batik Pesisiran menyebutkan
bahwa kegiatan membatik didasarkan pada lima motivasi dasar, yaitu:
a. Membatik
sebagai kegiatan sambilan wong cilik.
b. Kegiatan
membatik sebagai komoditas.
c. Membatik
sebagai tradisi kalangan bangsawan.
d. Kegiatan
membatik sebagau usaha dagang orang Cina dan Indo-Belanda yang ragam
hias dan fungsinya diperuntukan bagi kalangan terbatas.
e. Membatik
sebagai kebutuhan seni atau desain dengan konsep kontemporer.
6. Ragam
Hias / Pola Wastra
Pada abad ke 18 dan 19, perdagangan batik di
Indonesia berkembang pesat. Oleh karena kepesatan tersebut mulailah
orang-orang Cina terjun sebagai pedagang batik dalam skala kecil maupun
besar. Selain terjun sebagai pengusaha, orang-orang Cina mulai merintis
dan membuka peruahaan batik sendiri. Para pekerjanya adalah warga
pribumi dengan disiplin kerja yang ketat. Oleh sebab itu mutu batiknya
cukup baik
Batik produksi pengusaha Cina cenderung menggunakan
warna terang dan beraneka ragam. Pewarna yang digunakan adalah
indigosol yang cukup tahan gosokan dan sinar matahari. Ragam
hias yang batik yang paling popular adalah burung funiks yang
berekor panjang, meander dan swastika. Ragam hias model ini banyak
dipakai pada selendang lokcan berbahan sutera.
Perkembangan ragam hias batik Cina dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan selera konsumen. Di daerah Lasem misalnya, ragam
hias batik Cina lebih rumit dan datar. Warna yang digunakan antara lain
merah, biru, ungu, kuning, dan cokelat. Dalam proses perkembangannya
susunan corak, ragam hias, dan warna batik Cina dan pribumi saling
mempengaruhi dan melengkapi. Batik yang dibuat di daerah Pantai Utara
Laut Jawa menggunakan corak terang, serta memadukan lukisan burung dan
bunga. Hal itu jelas menandakan adanya pengaruh Cina. Batik Cirebon juga
dikenal karena penggunaan pola ragam hias Cina, yaitu awan dan batu.
Pengaruh Cina juga terdapat pada sarung songket yang berbenang emas dari
Bali dan Sumatera serta kain perada Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar